Strategi Retargeting untuk Meningkatkan Konversi

Dalam dunia pemasaran digital yang semakin kompetitif, hanya mengandalkan pengunjung pertama kali untuk melakukan pembelian adalah sebuah strategi yang kurang efektif. Faktanya, lebih dari 96% pengunjung website tidak langsung melakukan pembelian pada kunjungan pertama mereka. Inilah sebabnya strategi retargeting menjadi sangat penting. Di Indonesia, retargeting telah terbukti meningkatkan tingkat konversi secara signifikan, terutama di industri e-commerce, fashion, teknologi, hingga layanan keuangan.

Retargeting memungkinkan bisnis untuk menargetkan ulang pengguna yang telah berinteraksi sebelumnya dengan iklan, website, atau aplikasi mereka. Dengan pendekatan ini, bisnis dapat kembali menarik perhatian calon pelanggan yang belum sempat melakukan konversi, tetapi sudah menunjukkan minat. Strategi ini bukan hanya relevan untuk perusahaan besar, namun juga sangat cocok untuk UMKM dan bisnis lokal yang ingin memaksimalkan anggaran iklannya.

Dengan menggunakan iklan yang personal, relevan, dan muncul pada waktu yang tepat, retargeting dapat membawa pengguna kembali ke funnel pembelian. Bahkan, berdasarkan data dari Criteo, rata-rata konversi iklan retargeting bisa mencapai 70% lebih tinggi dibanding iklan biasa. Karena itu, penting bagi bisnis di Indonesia untuk memahami dan menerapkan strategi ini dengan benar.

Apa Itu Retargeting dan Mengapa Penting? 

Retargeting adalah strategi digital marketing yang bertujuan untuk menampilkan iklan kepada pengguna yang sebelumnya sudah mengunjungi situs web atau menggunakan aplikasi Anda namun belum melakukan tindakan yang diinginkan, seperti pembelian, pendaftaran, atau download. Dengan kata lain, Anda menargetkan ulang orang yang sudah tertarik dengan brand Anda.

Mengapa penting? Karena biaya untuk mendapatkan pengguna baru (customer acquisition cost) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mempertahankan dan mengkonversi pengguna yang sudah ada. Strategi ini juga membantu memaksimalkan ROI dari anggaran iklan Anda. Bayangkan jika Anda membayar mahal untuk mendatangkan traffic ke website, tetapi mereka langsung pergi. Dengan retargeting, Anda memberi kesempatan kedua untuk mengubah pengunjung menjadi pelanggan.

Perbedaan Retargeting dan Remarketing 

Retargeting dan remarketing sering dianggap sama, padahal ada perbedaan utama di antara keduanya. Retargeting adalah iklan berbasis display atau sosial media yang ditujukan kepada pengunjung yang sebelumnya telah mengakses website atau aplikasi. Contohnya, ketika Anda melihat sepatu di Tokopedia, lalu beberapa jam kemudian iklan sepatu yang sama muncul di feed Facebook Anda, itulah retargeting.

Sedangkan remarketing adalah pendekatan berbasis email atau SMS. Biasanya, ini melibatkan campaign email otomatis yang ditujukan kepada pengguna yang sudah memberikan data kontaknya namun belum menyelesaikan tindakan tertentu, seperti menyelesaikan pembelian.

Di pasar Indonesia, kedua pendekatan ini bisa digunakan secara bersamaan untuk hasil maksimal. Retargeting bisa digunakan untuk membangun brand recall melalui iklan visual, sedangkan remarketing bisa mendorong konversi dengan pendekatan yang lebih personal melalui email dan penawaran eksklusif.

Peran Retargeting dalam Customer Journey 

Retargeting memainkan peran penting dalam setiap tahapan customer journey. Di tahap awareness, retargeting membantu memperkuat brand recall. Misalnya, pengguna yang pertama kali melihat produk Anda di marketplace atau website, kemudian melihat iklannya di media sosial atau Google, akan mulai mengenali brand Anda lebih dalam.

Di tahap consideration, retargeting bisa memberikan informasi tambahan atau promosi untuk mendorong pengguna membuat keputusan. Di tahap ini, menampilkan iklan berupa testimonial, ulasan produk, atau diskon terbatas bisa sangat efektif.

Dan tentu saja, di tahap decision atau konversi, retargeting memainkan peran penentu. Misalnya, iklan pemulihan keranjang belanja (cart abandonment retargeting ads) bisa mengingatkan pengguna untuk menyelesaikan pembelian mereka. Bahkan setelah pembelian, retargeting dapat digunakan untuk upselling atau cross-selling produk lain, memperpanjang lifetime value pelanggan.

Berdasarkan data dari Talko.id dapat diketahui bahwa penggunaan retargeting dalam funnel pemasaran mereka menghasilkan peningkatan conversion rate hingga 4x lipat dibandingkan iklan biasa. Ini membuktikan bahwa ketika dilakukan dengan tepat, retargeting bisa sangat powerful dalam membawa pengguna dari minat hingga pembelian.

Cara Efektif Melakukan Retargeting 

Strategi retargeting tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada pendekatan sistematis, mulai dari mengenal audiens hingga memilih platform dan membuat iklan yang tepat. Setiap langkah dalam proses ini memiliki dampak besar terhadap keberhasilan campaign retargeting Anda. Tidak ada satu solusi universal yang efektif untuk satu bisnis, bisa jadi tidak relevan untuk bisnis lain.

Retargeting yang berhasil adalah retargeting yang disesuaikan dengan perilaku pengguna, menggunakan platform yang relevan, dan memiliki iklan yang menarik serta tidak mengganggu. Berikut langkah-langkah yang dapat Anda lakukan:

Mengidentifikasi Audiens yang Tepat 

Langkah awal dalam strategi retargeting yang efektif adalah memahami siapa audiens Anda. Ini bukan sekadar data demografis seperti usia atau lokasi, tetapi lebih pada perilaku pengguna di website atau aplikasi Anda. Siapa yang mengunjungi halaman produk? Siapa yang menambahkan barang ke keranjang tetapi tidak menyelesaikan pembelian? Siapa yang membaca blog Anda tetapi belum mendaftar newsletter? Semua itu adalah segmen audiens yang potensial untuk ditarget ulang.

Data dari laporan Digital 2024 oleh We Are Social dan Hootsuite menunjukkan bahwa penggunaan e-commerce melalui perangkat seluler di Indonesia cukup signifikan. Menurut laporan tersebut, sebanyak 56,2% pengguna internet di Indonesia melakukan pembelian online melalui ponsel, sementara 43,8% menggunakan perangkat lainnya seperti komputer atau tablet. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan data perilaku seperti:

  • Halaman yang dikunjungi

  • Engaged session di website

  • Produk yang diklik atau dilihat

  • Interaksi dengan iklan sebelumnya

  • Aktivitas di keranjang belanja

Untuk mengumpulkan dan memanfaatkan data ini, Anda bisa menggunakan tools seperti Meta Pixel, Google Analytics, TikTok Pixel, atau bahkan platform CDP (Customer Data Platform). Tools ini akan membantu Anda membentuk segmen audiens berdasarkan tindakan mereka, bukan hanya data permukaan. Hasilnya, iklan Anda akan lebih personal dan relevan, faktor penting dalam meningkatkan conversion rate.

Penting juga untuk melakukan exclusion audience, yaitu tidak menargetkan ulang pengguna yang sudah membeli. Alih-alih, Anda bisa menggunakan mereka untuk upselling atau membuat lookalike audience yang mirip dengan pembeli tersebut.

Menentukan Platform Retargeting yang Sesuai (Google, Meta, TikTok, dll) 

Platform retargeting yang Anda pilih akan sangat menentukan hasil campaign. Di Indonesia, tiga platform paling dominan untuk retargeting adalah Google (Display Network & YouTube), Meta (Facebook & Instagram), dan TikTok. Masing-masing punya karakteristik dan keunggulan tersendiri.

Meta (Facebook & Instagram) 

Meta masih menjadi raja dalam hal retargeting di Indonesia. Dengan pengguna aktif harian mencapai lebih dari 130 juta, Facebook dan Instagram menawarkan jangkauan yang luas dengan opsi targeting yang mendalam. Meta Pixel bisa melacak setiap langkah pengguna di situs Anda dan menggunakannya untuk membuat iklan yang sesuai. Misalnya, Anda bisa menampilkan iklan produk yang baru saja dilihat pengguna di Instagram Stories mereka.

Google menawarkan keunggulan lewat Google Display Network (GDN) yang bisa menjangkau lebih dari 90% pengguna internet di Indonesia. Iklan Anda bisa muncul di berbagai situs partner Google. Untuk produk visual seperti fashion, rumah, atau gadget, Google juga menawarkan iklan dinamis yang menampilkan produk yang terakhir dilihat pengguna.

TikTok Ads 

TikTok semakin populer di kalangan generasi muda Indonesia. Meskipun TikTok retargeting masih dalam tahap berkembang, TikTok Pixel memungkinkan Anda menargetkan ulang pengguna yang berinteraksi dengan video Anda atau mengunjungi situs Anda setelah melihat iklan.

Memilih platform harus sesuai dengan karakteristik audiens Anda. Jika target market Anda adalah Gen Z, maka TikTok sangat tepat. Untuk audiens dewasa muda hingga profesional, Meta bisa menjadi pilihan. Dan jika Anda ingin menjangkau pengguna lintas situs dan aplikasi, maka Google Display bisa jadi pilihan terbaik.

Membuat Iklan yang Menarik dan Relevan 

Membuat iklan retargeting yang efektif bukan sekadar menampilkan produk. Anda perlu menciptakan pesan yang relevan, visual yang menarik, dan CTA (Call to Action) yang kuat. Pengguna yang ditarget ulang sudah pernah berinteraksi dengan brand Anda, jadi iklan harus terasa familiar, namun juga mendorong tindakan lebih lanjut.

Beberapa elemen penting dalam membuat iklan retargeting yang menarik antara lain:

  • Visual Produk: Gunakan gambar berkualitas tinggi, tampilkan produk dari beberapa sudut pandang, dan pastikan sesuai dengan platform (misalnya rasio 1:1 untuk Instagram Feed, 9:16 untuk Story).

  • Copywriting Personal: Gunakan teks iklan yang seolah berbicara langsung kepada pengguna. Contoh: “Masih tertarik dengan sepatu ini? Yuk checkout sekarang, tinggal sedikit stoknya!”

  • Urgensi & Penawaran Khusus: Tambahkan elemen urgensi seperti countdown timer, diskon terbatas, atau gratis ongkir hanya hari ini. Ini sangat efektif mendorong keputusan cepat.

  • Personalisasi: Iklan dinamis yang menampilkan produk yang terakhir dilihat atau ditambahkan ke keranjang memiliki performa lebih tinggi dibanding iklan umum.

Berdasarkan riset dari Criteo Indonesia, iklan dinamis dengan personalisasi memiliki kemungkinan konversi hingga 3 kali lipat lebih tinggi dibanding iklan standar. Jadi, pastikan Anda memanfaatkan data pengguna untuk menciptakan pengalaman iklan yang lebih relevan.

Menentukan Frekuensi dan Durasi Retargeting 

Salah satu kesalahan paling umum dalam retargeting adalah terlalu sering menampilkan iklan sehingga mengganggu pengguna. Di sisi lain, jika iklan hanya muncul sekali, maka brand recall bisa hilang begitu saja. Jadi, di sinilah pentingnya menentukan frekuensi dan durasi yang ideal.

Frekuensi merujuk pada seberapa sering iklan ditampilkan kepada satu pengguna dalam periode tertentu. Umumnya, frekuensi ideal berada di antara 5–10 kali dalam seminggu. Namun, ini tergantung pada jenis produk. Untuk produk harga tinggi (high consideration), frekuensi bisa lebih banyak. Tapi untuk produk impulsif seperti makanan ringan atau aksesoris, frekuensi lebih sedikit bisa cukup.

Durasi atau window retargeting adalah lamanya waktu sejak pengguna berinteraksi dengan brand Anda hingga mereka berhenti menerima iklan. Beberapa contoh praktik umum:

  • 1–3 hari: Pengunjung yang meninggalkan keranjang (keranjang belanja abandonment)

  • 7–14 hari: Pengunjung halaman produk

  • 30 hari: Pengunjung homepage atau kategori produk

Tools seperti Google Ads dan Meta Ads Manager memungkinkan Anda mengatur frekuensi dan durasi ini dengan sangat fleksibel. Anda juga bisa mengatur aturan lanjutan seperti menampilkan iklan berbeda di hari ke-1, hari ke-5, dan seterusnya, untuk menciptakan alur storytelling yang lebih engaging.

Ingat, tujuan retargeting adalah membujuk, bukan membanjiri. Jika pengguna merasa dibombardir oleh iklan yang sama terus-menerus, bukan konversi yang Anda dapatkan, tapi malah brand fatigue.

Strategi Retargeting yang Efektif di Indonesia 

Indonesia adalah pasar digital yang unik. Dengan pengguna internet aktif lebih dari 215 juta orang dan mayoritas mengakses melalui perangkat mobile, pendekatan retargeting di sini harus menyesuaikan dengan perilaku lokal. Salah satu tantangan terbesar di Indonesia adalah konversi yang rendah meski traffic tinggi. Ini menunjukkan bahwa banyak pengguna hanya sekadar melihat-lihat tanpa benar-benar membeli. Di sinilah peran strategi retargeting yang tepat menjadi sangat penting.

Dalam konteks Indonesia, strategi retargeting yang efektif harus mencakup elemen-elemen lokal, seperti bahasa, visual yang sesuai dengan budaya, hingga waktu penayangan iklan yang disesuaikan dengan jam aktif pengguna (biasanya malam hari). Selain itu, penting untuk memanfaatkan platform yang populer di Indonesia, seperti Shopee, Tokopedia, Instagram, dan TikTok.

Salah satu pendekatan yang terbukti berhasil adalah “contextual retargeting”, yang menargetkan ulang berdasarkan aktivitas spesifik di website atau marketplace. Misalnya, pengguna yang mencari “sepatu wanita kerja” akan menerima iklan dengan produk serupa disertai penawaran spesial atau testimoni pengguna lokal.

Retargeting yang relevan dengan gaya hidup dan kebutuhan lokal cenderung lebih diterima.

Adaptasi Terhadap Perilaku Konsumen Lokal 

Memahami perilaku konsumen Indonesia adalah kunci utama dalam menyusun strategi retargeting. Misalnya, masyarakat Indonesia cenderung suka melakukan riset berulang sebelum membeli, menunggu diskon besar, serta sensitif terhadap biaya ongkir. Oleh karena itu, retargeting yang hanya sekadar “menyapa kembali” kurang efektif tanpa disertai trigger seperti diskon, promo flash sale, atau gratis ongkir.

Salah satu contohnya adalah strategi yang digunakan oleh Tokopedia dan Shopee dalam retargeting push notification dan display ads. Mereka menyesuaikan penawaran berdasarkan event lokal seperti Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional), Ramadan Sale, atau promo gajian. Strategi ini bekerja karena konsumen Indonesia sangat merespons iklan yang relevan dengan momen-momen tersebut.

Selain itu, masyarakat Indonesia juga sangat aktif di media sosial. Maka, retargeting melalui platform seperti Instagram dan Facebook bisa dikombinasikan dengan konten UGC (user-generated content) untuk membangun kepercayaan. Contoh lain adalah penggunaan bahasa yang lebih santai, kasual, atau bercanda dalam copywriting, yang lebih sesuai dengan gaya komunikasi netizen lokal.

Retargeting untuk Mobile Users di Indonesia 

Di Indonesia, lebih dari 90% traffic internet berasal dari perangkat mobile. Itu artinya, strategi retargeting harus mobile-first. Anda tidak bisa hanya mengandalkan tampilan desktop dan mengabaikan kecepatan loading, desain responsif, serta CTA yang mudah diakses di layar kecil.

Iklan retargeting yang tampil di mobile harus cepat, ringkas, dan langsung ke intinya. Format iklan juga harus disesuaikan , misalnya video pendek di TikTok atau Instagram Stories, carousel ads di Facebook, dan iklan rich media di Google Display Network. Semua ini dirancang agar pengguna tidak hanya tertarik, tetapi juga mudah melakukan tindakan langsung, seperti klik ke WhatsApp, checkout produk, atau download aplikasi.

Satu hal yang sangat penting: pastikan website atau landing page Anda mobile-friendly. Banyak bisnis lokal gagal di sini. Iklannya sudah bagus, tapi ketika diklik, landing page-nya lemot, tidak responsif, atau form-nya rumit. Ini menyebabkan bounce rate tinggi dan konversi yang rendah.

Juga, jangan lupa memanfaatkan mobile in-app retargeting, terutama jika Anda memiliki aplikasi. Banyak bisnis e-commerce di Indonesia seperti Bukalapak, Lazada, dan Blibli menggunakan strategi ini untuk menargetkan ulang pengguna aplikasi yang sudah tidak aktif selama beberapa hari dengan penawaran eksklusif melalui push notification atau iklan in-app.

Segmentasi Berdasarkan Aktivitas di website eCommerce 

Salah satu bentuk retargeting paling powerful adalah segmentasi pengguna berdasarkan aktivitas mereka di situs e-commerce. Di Indonesia, pengguna sering melakukan berbagai interaksi di website tanpa langsung membeli: mulai dari melihat produk, membaca ulasan, hingga memasukkan produk ke dalam keranjang tapi tidak menyelesaikan transaksi.

Dengan alat seperti Meta Pixel atau Google Tag Manager, Anda bisa memetakan perilaku pengguna secara rinci, lalu membuat segmentasi retargeting seperti:

  1. Pengunjung Halaman Produk: Tampilkan iklan produk yang dilihat, disertai ulasan atau testimoni dari pembeli lain.

  2. Pengguna yang Tambah ke Keranjang: Gunakan iklan dengan urgensi seperti “Hampir Habis!” atau diskon eksklusif untuk menyelesaikan pembelian.

  3. Pengunjung yang Meninggalkan Checkout: Tawarkan voucher diskon atau bonus gratis ongkir untuk menyelesaikan transaksi.

  4. Pengunjung Kategori Tertentu: Kirimkan iklan produk terbaru dari kategori yang sama, misalnya pengguna yang melihat kategori sepatu pria akan menerima iklan sneaker baru.

Retargeting berbasis perilaku ini jauh lebih efektif daripada iklan generik karena menyasar kebutuhan spesifik dari pengguna. Studi dari Shopify Indonesia mencatat bahwa iklan yang menargetkan pengguna berdasarkan aktivitas keranjang belanja memiliki konversi 60% lebih tinggi dibandingkan iklan produk acak.

Tools dan Platform yang Mendukung Retargeting 

Kesuksesan retargeting tak lepas dari tools yang digunakan untuk mengumpulkan data, membuat segmentasi, serta menjalankan campaign iklan. Di Indonesia, bisnis dari skala kecil hingga besar bisa menggunakan berbagai tools yang tersedia, baik gratis maupun berbayar.

Meta Pixel, Google Ads Remarketing, TikTok Pixel 

Untuk menjalankan strategi retargeting yang sukses, Anda perlu memahami dan mengimplementasikan pixel tracking. Pixel adalah potongan kecil kode yang dipasang di situs web Anda untuk melacak perilaku pengunjung. Di Indonesia, tiga tools pixel yang paling banyak digunakan adalah Meta Pixel, Google Ads Remarketing Tag, dan TikTok Pixel. Masing-masing memiliki kekuatan tersendiri dan bisa digunakan secara bersamaan untuk hasil maksimal.

Meta Pixel

Meta Pixel sangat populer di kalangan advertiser Indonesia karena kemampuannya melacak berbagai tindakan pengguna di situs, seperti melihat halaman produk, menambahkan ke keranjang, dan menyelesaikan pembelian. Dengan pixel ini, Anda dapat:

  • Menargetkan ulang berdasarkan event spesifik (view content, add to cart, purchase)

  • Membuat custom audience dan lookalike audience

  • Mengukur efektivitas iklan secara real-time

Meta Pixel juga mendukung integrasi dengan platform seperti Shopify, WooCommerce, dan BigCommerce yang sering digunakan e-commerce lokal.

Google menawarkan salah satu sistem retargeting paling luas lewat Display Network yang mencakup jutaan website, YouTube, dan aplikasi Android. Remarketing Tag Google dapat digunakan untuk:

  • Menampilkan iklan dinamis berdasarkan produk yang terakhir dilihat pengguna

  • Menyusun strategi retargeting berdasarkan segmen waktu kunjungan (7 hari, 14 hari, 30 hari)

  • Menargetkan ulang pengguna di berbagai perangkat

Google juga memiliki fitur “Smart Display Campaigns” yang bisa secara otomatis menyesuaikan iklan, penempatan, dan bidding untuk hasil terbaik.

TikTok Pixel

Seiring meningkatnya popularitas TikTok di Indonesia, terutama di kalangan Gen Z dan milenial, TikTok Pixel menjadi alat penting. Pixel ini bekerja dengan cara melacak konversi dari iklan video dan perilaku pengguna di website setelah mereka melihat iklan di TikTok. Anda bisa menggunakan TikTok Pixel untuk:

  • Menargetkan ulang pengguna berdasarkan engagement video

  • Membuat audience khusus berdasarkan perilaku (seperti klik, scroll, atau checkout)

  • Menghubungkan funnel TikTok dengan e-commerce Anda

Ketiga tools ini saling melengkapi. Dengan strategi omnichannel, Anda bisa menjangkau pengguna di seluruh touchpoint digital yang mereka gunakan.

Integrasi dengan CRM dan Email Marketing 

Retargeting tidak hanya sebatas iklan display atau sosial media. Untuk hasil yang lebih holistik, integrasi dengan CRM (Customer Relationship Management) dan email marketing sangat disarankan. Mengapa? Karena tidak semua pengguna langsung bereaksi pada iklan. Namun dengan pendekatan multikanal dengan menggabungkan iklan, email, dan konten personal bisa membuat tingkat konversi meningkat drastis.

CRM seperti HubSpot, Zoho, atau Salesforce memungkinkan Anda mengelola data pelanggan, menyegmentasi mereka berdasarkan interaksi sebelumnya, dan menyesuaikan pesan yang dikirimkan. Anda bisa menciptakan skenario retargeting seperti:

  • Pengguna membuka email penawaran tapi tidak klik → tampilkan iklan retargeting yang serupa

  • Pengguna klik dari email tapi belum beli → kirim email reminder dengan kode diskon

  • Pengguna pernah beli produk A → kirim email upselling produk B

Email marketing sangat efektif untuk mengingatkan kembali pengguna yang sudah familiar dengan brand Anda. Tools seperti Mailchimp, Klaviyo, dan Omnisend sangat populer digunakan pelaku bisnis e-commerce di Indonesia karena kemudahan automasi dan integrasinya dengan marketplace seperti Shopify atau WooCommerce.

Contoh sederhana: pengguna yang meninggalkan keranjang bisa mendapatkan email dalam 1 jam pertama, lalu diikuti dengan iklan Facebook selama 7 hari berikutnya. Ini menciptakan pengalaman konsisten yang meningkatkan peluang konversi.

Kombinasi retargeting + email marketing juga membuat brand Anda tampil lebih profesional dan terpercaya. Jangan lupa, pengguna Indonesia sangat responsif terhadap email yang menawarkan diskon, pengingat stok, dan voucher eksklusif.

Kesalahan Umum dalam Retargeting dan Cara Menghindarinya 

Sehebat apapun tools dan strategi yang Anda gunakan, tanpa pengelolaan yang tepat, retargeting bisa menjadi bumerang. Banyak bisnis di Indonesia melakukan kesalahan mendasar yang membuat campaign retargeting mereka tidak efektif, bahkan merugikan brand. Berikut beberapa kesalahan umum dan cara menghindarinya:

Frekuensi Terlalu Tinggi 

Menampilkan iklan yang sama berulang-ulang akan membuat pengguna merasa terganggu. Solusinya adalah mengatur frekuensi dan durasi dengan bijak, misalnya maksimal 5 impresi per hari.

Tidak Relevan atau Terlalu Umum 

Menampilkan iklan produk yang tidak sesuai dengan apa yang dilihat pengguna membuat mereka kehilangan minat. Gunakan iklan dinamis dan segmentasi perilaku agar iklan terasa personal dan relevan.

Tidak Melakukan A/B Testing 

Tanpa uji coba variasi, Anda tidak tahu mana iklan yang paling efektif. Cobalah berbagai headline, visual, CTA, dan audiens untuk mendapatkan kombinasi terbaik.

Mengabaikan Pengguna yang Sudah Konversi 

Banyak brand lupa mengecualikan pembeli dari campaign retargeting, sehingga pembeli merasa terganggu karena terus melihat iklan yang sudah mereka beli. Selalu lakukan “exclude audience” untuk pelanggan yang sudah membeli, dan alihkan mereka ke strategi upselling.

Tidak Mengoptimalkan Landing Page 

Iklan menarik tapi landing page-nya lambat atau tidak mobile-friendly? Ini akan menurunkan konversi drastis. Pastikan halaman tujuan cepat, ringkas, dan jelas arahan tindakannya (CTA).

Dengan menghindari kesalahan-kesalahan ini, Anda bisa memastikan bahwa anggaran iklan Anda tidak terbuang sia-sia dan retargeting menjadi alat yang benar-benar mendatangkan hasil nyata.

Kesimpulan 

Retargeting Sebagai Alat Penting dalam Strategi Digital Marketing 

Retargeting adalah salah satu senjata terkuat dalam dunia digital marketing, terutama di pasar seperti Indonesia yang sangat aktif secara online namun kompleks dalam perilaku konsumen. Dengan memahami perilaku pengguna lokal, memilih platform yang tepat, serta memanfaatkan tools seperti pixel tracking dan integrasi CRM, bisnis Anda dapat mengubah pengunjung biasa menjadi pelanggan setia.

Retargeting bukan hanya tentang menampilkan kembali iklan, tetapi tentang menciptakan pengalaman yang relevan, personal, dan kontekstual. Saat dilakukan dengan strategi yang matang, retargeting tidak hanya meningkatkan konversi, tapi juga memperkuat brand loyalty dan memperbesar ROI secara keseluruhan.

Jika Anda ingin berdiskusi lebih lanjut tentang strategi retargeting yang tepat untuk bisnis Anda, atau membutuhkan tim profesional untuk mengelola semuanya secara menyeluruh, Longetiv Digital Hub siap membantu! Hubungi kami untuk sesi konsultasi GRATIS.

Bagikan ke: